Mom to be

I think i need to share this joy. I’m going to have a baby.
But i’m afraid i can not be a good mother.
Karena, punya anak tidak otomatis menjadikan lo seorang ibu.
Jauh sebelum hari ini gua bercita cita menjadi ibu yang lain, yang berbeda dengan ibu yang gua miliki. Gua ingin menjadi versi terbaik diri gua.
Sekarang rasa bahagianya bercampur dengan ketakutan. Karena gua tau, banyak luka masa kecil yang belum sembuh dalam diri gua. Gua takut ini yang akan menjadikan gua memperlakukan anak gua, sebagaimana gua diperlakukan dulu.
Kak, mungkin yang mama lihat dari kamu masih sebatas gambar hitam putih. Tapi mama tau kamu ada, dan hidup didalam diri mama. Sebelumnya, mama minta maaf bila nanti kamu kecewa, mama minta maaf bila nanti ternyata mama tidak sesuai dengan harapan kamu,, mama minta maaf bila nantinya kamu akan bandingan mama dengan orang tua teman temanmu. Sungguh, sampai kapanpun mama tidak akan pernah jadi orang tua yang sempurna. tapi ada beberapa hal yang bisa mama berikan untuk kamu, mungkin tidak banyak, mungkin juga tidak seberapa. Mama janji akan jadi sahabat untuk kamu, mama akan menjadi rumah untuk kamu pulang, mama akan mendengarkan, mama akan merasakan apa yang kamu rasakan, mama akan memberikan kamu cinta yang kamu butuhkan dengan cukup sehingga kamu tidak perlu kehausan akan kasih sayang, mama tidak akan memaksakan apapun, tidak akan membuat kamu mirip mama.
Mama ingin kamu bahagia menjadi anak mama, mama ingin kamu menikmati hidup yang fana ini, mama ingin kamu menjadi versi terbaik dirimu.
Mama ingin kamu tau, bahwa kamu dicintai, dari hari pertama mama tau kamu ada, sampai kapanpun.

Because marriage is not for everyone

Ga semua orang punya previlage menikah.
Kenapa begitu?
Karena memang ga semua orang mau menikah, kalaupun mau, ga semua sanggup. Menikah aja mungkin bisa, tapi mampu bertahan dalam pernikahan itu lain cerita.
Ketika lo berkomitment untuk menikah, berati lo siap membagi semua aspek dalam hidup lo dengan partner lo kelak. Apapun, waktu, tenaga, pikiran, perasaan, uang, kasih sayang, dan banyak hal lain lagi.
Siap?
Awalnya gua pikir gua siap. Toh gua berbagi dengan orang yang gua sayang, apa sih yang ngga buat dia?
Tapi gua lupa, dalam hubungan dua orang manusia, ada yang dinamakan kompromi, dan ini adalah unsur penting dalam berbagi segala aspek tadi. Mungkin gua bukan orang yang pelit atau susah berbagi.
Tapi gua lupa, gua payah banget dalam kompromi.
Secara teori emang gampang, banyak buku atau seminar seminar tentang persiapan pernikahan, tapi ketika gua dihadapkan langsung sama kondisi itu, buyar semua ilmu yang udah ditanem di kepala.
Menikah itu ga ada sekolahnya, menikah itu ibadah yang langsung praktek, ga pake latihan, trial error, kemudian remidial, ga ada. Dan sekarang gua sedang mencoba menahan diri, awal nya 40 hari dulu seperti tulisan mba Apik, 40 hari tanpa bertengkar dengan pasangan di awal pernikahan, semoga bertahana sampai 40 bulan, 40 tahun kemudian dan seterusnya.
Sometimes i wonder, how people survive marriage for a years?

Happy (?) thirty

2020 was hard. 29 is the hardest phase of my life. Di usia 30 pengen apa? Pengen tetep sehat dan waras ajalah. Ga pengen macem macem. Ga gila aja udah bersyukur banget. Tapi sepanjang ingatan gua, gua ga pernah neko neko jadi orang. Gua seneng seneng aja dengan jadi karyawan, dapet gaji bulanan yang udah ketauan berapa dan akan dipake buat apa, ngerasa lebih secure aja. Dalam hubungan juga gua ga pengen macem macem, bisa sejalan dan akur aja udah seneng.

Tapi gua concern ke mental health gua akhir akhir ini. Dari yang gua baca, tanda tanda kesehatan mental terganggu, beberapa diantaranya ada sama gua. Gatau apa sih namanya kalo begini. Kadang gua ngerasa bodoh banget, kok sering lupa, kok sering susah nangkep. Akhir akhir ini juga jadi sering sedih ga jelas, gampang marah karena hal hal yang biasanya ga bikin gua marah. kalo ditanya kenapa sedih? Kenapa marah? Ya gatau, sedih aja. Diem sambil denger lagu mellow aja bisa sedih, liat liat foto di galery aja bisa nangis. Kadang pengen ngomong sama orang tapi gua ga siap sama respon, komentar dan lain lain yang malah bikin makin puyeng. Paling bener emang cerita disini aja, no one judging, no one commenting.

Seringnya memang, gua cuma pengen ngeluarin isi kepala aja. Ga minta apa apa, ga minta timbal balik, ga minta komentar, cuma kuping dan wadah aja untuk numpahin unek unek.

(Repost :) Ragu.

Hati-hati pada keragu-raguan yang menghampiri menjelang pernikahan. Tak jarang orang menanyakan kembali keputusan diri untuk meminang atau dipinang padahal hitungan hari sebelum akad dilangsungkan.

Menjelang akad, raguku hampir habis. Habis di tahun-tahun awal perkenalan. Ketika sibuk-sibuknya memberi tanda besar akan penolakan dengan alasan ketidakyakinan atas seseorang. Setahun uring-uringan. Kebingungan dengan diri sendiri yang entah apa maunya. Dikekang ketakukan-ketakutan dan banyak kemungkinan yang memaksa untuk tidak kemana-mana.

Aku diingatkan oleh seorang kawan, bahwa setan tak pernah senang jika ada dua insan yang bersatu dalam pernikahan. Sehingga kerjanya dua kali lebih giat untuk menggoda manusia agar menggagalkan rencana ibadah besarnya. Waktu itu aku tak percaya. Marah tiap kali ada yang menasihati untuk membuka diri. Berkeras hati kalau menikah itu harusnya dengan orang yang kita mau. Menuntut bahagia di dunia dan akhirat dengan dasar sok tahu. Merasa tidak cukup dengan tawaran yang diberi. Tanpa sadar ada yang berusaha menguasai hati.

Sampai akhirnya benar-benar berserah diri pada yang Maha Kuasa yang menguasai hati dan pikiran para hamba.

Setelah khitbah dilakukan, pikiran tak sempat kesana kemari, tinggal doa dan memasrahkan diri bahwa jalan yang kami lalui memang ketetapan Illahi. Terjadi ataupun tidak, semua ketetapanNya. Bermodal bismillah, memohon untuk menjauhkan dari perasaan yang bukan semestinya. Meminta agar hati dinetralkan saja, mengingat sebelumnya benci menguasai diri, tapi juga tak minta cinta langsung mengguyur dari kepala hingga kaki. Biar ia tumbuh sendiri.

Dua bulan berselang, suamiku tiba-tiba menanyakan apa yang ku rasa menjelang pernikahan dulu. Masihkah ada keraguan yang menggenang sesaat sebelum akad dilangsungkan? Aku jawab seadanya, “Tidak.” kataku, kemudian mengembalikan pertanyaan pada dirinya.

Tahu apa jawabannya? “Iya.” Beliau sempat merasa ragu yang entah dari mana datangnya.

Syukurlah keragu-raguan itu bisa kami lawan. Ada benarnya untuk tidak lepas doa ataupun merasa aman menjelang pernikahan. Justru ujian kadang datang di tengah kesibukan menyusun hari besar.

Tentu, setan punya tugas lain sekarang. Tapi kami punya Allah yang selalu kami mintai perlindungan.

Kalian yang sedang dilanda keraguan menjelang pernikahan, yang tetiba merasa telah mengambil keputusan yang salah, ataupun tiba-tiba bertemu tokoh ketiga, coba tanya pada diri, jangan-jangan itu hanya nafsu belaka hasil permainan syaitan yang tak ada habisnya. Jangan pernah lengah oleu tipu dayanya. Jangan pernah putus untuk selalu berdoa meminta perlindungan dan petunjukNya.

Mangat ya gaes. Dah gitu aja dulu ya. Hmm…kurang penutupnya ya? Dakpapa lah ya. Hmm…

Source : Blog Bulek Hana

Hmm gitulah ya kurang lebih. Ternyata aku tidak sendiri. Ternyata kegamangan menjelang pernikaha itu sesuatu yang wajar, karena sangat mungkin itu tipu daya syaitan yang mengombang ambingkan perasaan kita sehingga akhirnya kita tidak kemana mana.

Suara Hati adalah Pilihan

Hati yang beriman akan memilihkan untuk kita pilihan yang Allah ridhoi walupun itu sulit. Karena hati itu percaya kesulitan hanya ujian kecil untuk mendapatkan kebaikan yang lebih besar sesudahnya. Kata Nabi “Tinggalkan lah hal yang membuat hatimu ragu2 kepada apa yang membuat hatimu tenang”

Hati orang beriman akan gelisah pada dosa meskipun itu menyenangkan, hati orang beriman akan merasa tenang pada ketaatan meskipun berat.

Kalau kita butuh sesuatu untuk menguatkan hati kita, untuk mengasah iman hati kita mengasah kepekaan hati kita dalam memilih dan menilai maka bersihkan dia dari dosa dosa, bersihkan hati itu dengan istigfar taubat dan dzikir, agar ia memiliki kenyamanan dan ketenangan untuk lebih peka dalam menilai dan memilih.

Ustad Hanan Attaki

(Not) Good bye

Hello lil’ monsta, how does heaven looks like?
Day 2. Rumah terasa lebih lapang, De, lebih sepi, lebih kosong.
De, maaf kalo gua jarang manggil begitu. Maaf karena selama ini gua sering jutek, ga selembut kaka perempuan pada umumnya. Itu semua karena gua pengen lo jadi laki-laki yang kuat, bertanggung jawab dan bisa diandelin, bukan karena gua ga sayang.
Gua masih keinget, masih sangat keinget, dan sangat terasa langkah-langkah berat lo dirumah ini, cara lo ketok pintu kamar gua terus melongo, cara lo buka pintu kamar yang ga bisa pelan, cara lo nyalain kompor buat bikin mie malem-malem, masih banyak lagi. Kadang kangen neriakin lo buat nyuci panci mie, atau nyuruh lo nyiram kloset sampe bersih. It’s amazing how all those annoying things become something i missed.
Besok gua ada ke kampus lo buat lapor. Maafin gua ya, padahal gua udah nabung buat bayaran uang kuliah lo semester 2 nanti.

Dua puluh tahun ya, cuma dua puluh tahun kita bareng-bareng. Kaya baru kemaren rasanya gua gantiin popok lo, ngajak jalan sore pake stroller, nganterin lo ke TK, ujan-ujanan ngegendong lo ke sekolah karena lo gamau pake sendal. Dari kecil lo emang udah bakat kepala batu, tapi itu ga ngurangin rasa sayang gua ke lo. Terakhir kita pergi bareng berdua pas lo sehat itu itu pas gua nganterin lo ujian masuk universitas tahun lalu ya. Setelah itu kita pergi barengnya malah bolak balik rumah sakit. Dari mulai lo masih bisa jalan sendiri dari parkiran, trus lama-lama mesti turun di lobby, pake kursi roda masuk UGD, sampe akhirnya lo pulang pake ambulance.

Susah, de, gua mesti nguatin bunda yang nangis mulu, padahal disaat yang sama gua juga ga kuat kuat amat, gua juga butuh dikuatin. Seandainya gua tau lo pergi secepat ini, mungkin gua bakal lebih sering ngajak lo pergi berdua, atau sesimple ngejajanin lo lebih sering. Maafin gua ya. Kemaren itu pertama kalinya gua keramasin rambut lo lagi setelah lo sebesar ini, dulu padahal gua sering keramasin lo pas kecil, lo takut samponya masuk ke mata jadi tiap keramas mesti meluk gua, haha. Tapi kemaren lo diam aja pas gua keramasain, mata lo merem tapi ga kebuka lagi.

De, gua bukan bunda yang ngelahirin lo, atau nyusuin lo, tapi gua perpanjangan tangan bunda dalam ngurusin lo. Mungkin cuma ngelahirin dan nyusuin lo doang yang ga gua lakuin buat lo. Selebihnya, lo bisa nginget dan ngerasain sendiri. Pas lo sakit, mungkin gua ga 24 jam disamping lo kaya bunda, mungkin gua cuma 17 hari nungguin lo dirumah sakit, tapi percayalah kepala gua ga berenti mikir kemana lagi mesti bawa lo berobat biar sembuh.
De, lo anak baik, gua percaya itu setelah liat temen-temen lo banyak banget dateng kemaren buat nyolatin dan nganterin lo ke peristirahatan terakhir. Maafin gua selama ini sering nganggep lo bandel. Seandainya semua kenakalan lo harus terulang dan harus gua beresin lagi, gua ikhlas aja asalkan lo balik lagi ada dirumah ini. Tapi gua tau kasih sayang Allah lebih besar daripada kita semua, makanya lo dipanggil pulang biar ga sakit kepala lagi.

De, baik-baik disana ya, jangan nakal. Barang barang lo disini masih terawat dengan baik, kamar lo juga ga diutak atik. Bunda maunya begitu. Dateng lah sesekali dalam mimpi kami, nyapa, kasitau kalo tempat lo disana enak, tempat lo lebih baik dan lo udah ga sakit lagi. Lo akan selalu dirindukan, semua kebaikan, kenakalan lo, terkenang di hati kami, selamanya.

Sibuk

Kemana aja, Cha?
Ga kemana mana, cuma hidup lagi rumit.
Gagal deh ya konsisten nulis 30 hari haha. Gapapa, yang penting tetep konsisten nulis walaupun ga 30 hari.
Henlo my dear blog. Tempat pulang paling nyaman. Paling paling lah pokoknya. Terima kasih telah selalu ada selama 9 tahun ini. Terima kasih sudah menampung isi kepala dan hati tanpa menghakimi, tanpa menghujat, tanpa memojokkan. Terkadang emang benda mati jauh lebih mengerti, iya, karena ga punya pikiran.
Akhir-akhir ini sibuk (hmm sibuk ga ya?) sama kerjaan, dan urusan rumah sampe sempet WFH (work from hospital) juga. Gapapa, yang penting masih dikasih kesehatan sampe hari ini aja udah syukur Alhamdulillah. Makanyaa giliran bisa Netflix and chill atau drakoran and chill itu bahagiaaa banget. Sekarang lagi jarang baca buku, karena kebetulan koleksi buku yang belom dibaca, kudu mikir, haha. Kalo nonton kan ga mikir-mikir amat gitu.

Belom lama ini gua kepikiran sama teori “communiation is a key”. Iya bener banget sih emang. Kalo ilmu komunikasi kita jelek, gimana mau bangun relasi yang baik sama orang lain. Dalam hal apa aja, kerjaan, pertemenan sampe urusan asmara juga kan butuh komunikasi.
Dan gua merasa ilmu gua soal ini masih dangkal. Berapa kali perselisihan terjadi dalam idup gua itu karena komunikasi gua ga bagus. Gua bahkan sering mikir, kayanya ga ada hubungan yang works sama gua deh. Hubungan yang deep ya yang gua maksud, bukan yang surface basa basi doang. Gua pernah ngebahas ini sama nyokap. Beliau bilang bisa jadi kadang masalahnya ada di lawan bicara, situasi dan kondisi. Iya juga sih, tapi setelah gua sadari, ini ada pengaruhnya sama inner child.

Lalu gua tau, ini ga akan mudah, tumbuh besar dengan luka yang ada dalam diri. Kepribadian yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman bagaimana gua diasuh sejak gua masih kanak-kanak. Mungkin beberapa diantaranya memiliki efek destruktif untuk hidup gua hari ini. Gua akan bahas lagi lain kali kalau mood lagi oke dan GERD lagi ga kambuh. Dimana-mana proses berdamai emang ga mudah, terutama dengan diri sendiri.

Favorite Movie

Film kesukaan? Buanyaak.
Sebenernya kalau dilihat dari genre, gua suka film komedi romantis, action, drama keluarga, dan psychological thriller (kadang kadang), oiya, fantasy juga suka, tapi ga semua.
Gua suka nonton dari kecil, selain baca buku dan dengerin musik, nonton juga salah satu me time gua, ga mesti film, gua suka TV series bahkan kartun. Jaman sekarang udah banyak platform yang memanjakan kegemaran gua ini, dan jenis tontonannya pun semakin banyak.

Kalo akhir akhir ini, gua lagi senang nonton drama Korea, aihhh, dan juga romcom jadul, semacam Legally Blonde, Leap Year, When Harry met Sally, The Proposal dan semacamnya. Sekarang ini susah nemuin romcom gemes yang jalan ceritanya ga gampang ditebak. Nonton film film semacam itu bikin gua merasa “ah berapa belas tahun yang lalu ini? Man, i’m old”

#30DaysWrittingChallenge

#day7

Single and Happy

Menjadi seorang single dan bahagia adalah sebuah pilihan. Arista di masa lalu pernah sangat bahagia manjadi single. Bebas, sebuah frasa indah yang langsung saya wujudkan begitu menyandang status jomblo, yang mungkin untuk sebagian orang terkesan menyedihkan. Tapi tidak untuk gua waktu itu, saya bahagia menjadi jomblo, bebas melakukan apapun yang dimau, bebas kemanapun gua ingin, dan bebas bergaul dengan siapapun yang gua mau. Alasan gua bahagia menjadi single adalah karena gua ga perlu membagi apapun ke siapapun. Gua suka kalau hidup gua tetep menjadi konsumsi diri gua sendiri. Kalaupun mau berbagi, ya bagian yang gua mau aja, ga mesti semua, dan ga ada tuntutan untuk itu.

Karena kembali ke awal, menjadi bahagia adalah pilihan, dengan siapapun kita nantinya, sendiri ataupun berdua. Kalau ketika sendiri kita sudah bahagia, maka jangan biarkan kebahagiaanmu direnggut oleh yang menemani kelak. Memiliki pasangan sudah seharusnya memberi nilai tambah pada kehidupan kita, tapi jangan pernah menggantungkan kebahagian kita pada orang lain, karena sejatinya, kodrat manusia adalah mengecewakan.
ps : currently I’m single but not available 🙂

#30DaysWrittingChallenge

#day6

My parents

Maafkan diri ini yang dilanda kesibukan karena kehilangan seorang teman, membuat gua skip nulis 4 hari, banyak banget.

Kali ini tentang orang tua gua. Bunda dan Ayah. Menjadi satu satunya anak perempuan mereka selama hampir 30 tahun adalah, pelajaran hidup yang besar, yang tidak akan gua dapatkan kalau gua tidak menjadi anak mereka.

Arista kecil sampai dengan remaja muda sering sekali mengeluh, dalam hati tentunya, kenapa ayah dan bunda yang menjadi orang tuanya? Kenapa bukan orang lain? Yang lebih ini dan lebih itu. Kenyataannya, memang orang tua gua banyak kekurangan dalam berbagai hal, kekurangan yang sering gua sesali, kekurangan yang sering gua bandingan dengan orang tua teman teman gua. Jujur saja, orang tua gua menikah dengan membawa serta luka luka masa lalu mereka. Luka yang tanpa mereka sadari, mereka wariskan ke gua.

Semakin usia gua bertambah, semakin gua paham bahwa penting untuk kita merasa tuntas dengan diri sendiri, sebelum akhirnya kita yakin untuk membawa orang lain untuk ikut serta dalam kehidupan kita, sebagai partner, pasangan hidup, yang dengannya kita akan membagi segala hal, seumur hidup. Gua bertekad menyembuhkan luka luka masa kecil gua sebelum nanti gua jadi orang tua. Sehingga luka ini tidak akan gua wariskan ke anak gua kelak.

Jadi anak orang tua gua bukanlah hal yang mudah, namun memiliki mereka adalah hal yang patut gua syukuri. Karena mereka lah yang membentuk gua menjadi seperti hari ini, gua yang mulai mencintai diri gua sendiri, gua yang mulai bisa menerima bahwa dalam hidup, tidak semua hal bisa sesuai dengan kemauan gua. Mungkin nanti ketika gua menjadi orang tua, gua akan paham beratnya mendidik anak, diamanahkan seorang manusia, dimintai pertanggung jawaban sampai dipengadilan akhir. Beratnya konsekuensi itu sempat bikin gua gamau punya anak. Gua merasa tanggung jawab itu terlalu berat untuk gua pikul. Tapi gua bisa apa kalau memang gua dianggap mampu?

#30DaysWrittingChallenge

#day5